Kunjungi Banten, Pansus PCR DPD RI Serap Aspirasi Masyarakat
SERANG, jejakbanten.com – Sebanyak empat anggota Pansus PCR Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) berdiskusi dan menyerap aspirasi masyarakat di Kota Serang, Sabtu 5 Februari 2022.
Penyerapan aspirasi yang dilakukan Anggota Pansus DPD RI tersebut diselenggarakan di Kantor DPD RI Perwakilan Banten, Kota Serang. Empat anggota tersebut yakni Habib Ali Alwi yang merupakan senator dari Banten, Elviana dari Jambi, Riri Damayanti dari Bengkulu, dan Ahmad Bastian dari Lampung.
Anggota Pansus bertemu dengan sejumlah elemen masyarakat dan LSM yang concern dan kritis terhadap kebijakan pemerintah terkait PCR. Yaitu Banten Barometer dan Solidaritas Merah Putih.
Sebagai pimpinan Pansus, Elviana menegaskan bahwa Pansus memutuskan berdialog dengan masyarakat Banten, karena memiliki Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Salah satu yang menjadi pintu masuk bagi Covid-19 berikut semua variannya hingga sekarang.
“Tujuan kedatangan tim Pansus PCR ke Provinsi Banten ini adalah untuk menggali informasi, mengungkap fakta, serta menyerap aspirasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tentang tes PCR. Hal ini penting karena Banten merupakan provinsi penyangga yang berbatasan langsung dengan ibukota negara. Melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten merupakan pintu masuk bagi kedatangan orang dari luar negeri. Dalam posisi ini, kita bisa memastikan bahwa Covid-19 dengan seluruh variannya, masuk melalui Banten, baru tersebar luas ke seluruh Indonesia,” ujar pimpinan delegasi Pansus, seperti dikutip dari rilis resmi Pansus PCR DPD RI.
Ketua Banten Barometer, Wahyuddin Syafei mengutarakan tiga permintaan kepada tim Pansus, diantaranya meminta DPD RI untuk mengingatkan pemerintah agar memberi informasi yang jelas dan transparan terkait tarif PCR.
“Kedua, DPD RI mengusulkan kepada pemerintah agar Tes PCR bagi seluruh masyarakat Indonesia bisa ditanggung melalui BPJS Kesehatan. Ketiga, DPD RI harus mendesak Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk mampu bekerja lebih cepat dalam proses penerbitan rekomendasi untuk perizinan pembukaan Laboratorium Tes PCR,” ujarnya.
Sementara, perwakilan LSM Solidaritas Indonesia Euis Yuliawati menilai bahwa kebijakan PCR yang diberlakukan oleh pemerintah tidak prorakyat. Secara spesifik, Euis menyampaikan tujuh rekomendasi kepada Tim Pansus PCR.
“Pertama, pembiayaan PCR ditanggung oleh Pemerintah melalui BPJS. Kedua, Penetapan tarif PCR yang merata di setiap kebutuhan akan test. Ketiga, Masa berlaku PCR diperpanjang. Keempat, mengklasifikasikan biaya sesuai tingkatan taraf hidup (standard of living) masyarakat. Kelima, mekanisme pembiayaan test PCR atau apapun bentuknya yang ada kaitannya dengan wabah dibiayai oleh Negara. Keenam, Pengawasan di titik pemberlakuan test PCR (bisa menggunakan E-KTP sebagai pengganti aplikasi peduli lindungi). Ketujuh, Mekanisme pengembalian biaya tiket jika hasil test (PCR) positif,” paparnya.
Sementara itu, Perwakilan LSM Solidaritas Merah Putih Haeruddin menilai banyak fenomena aneh di balik tes dan pemberlakuan PCR.
“Banyak masyarakat yang menempuh jalan pintas dengan membeli hasil tes antigen atau tes PCR. Ini bukan rahasia, tapi sudah menjadi fenomena umum yang diketahui banyak orang,” ujarnya.
Diskusi berlangsung intensif dengan saling memberikan data dan informasi antara anggota masyarakat dengan Tim Pansus. (yd/jb)